Makassartoday.com, Makassar – Penelitian tentang masyarakat hukum adat Matteko berhasil membawa Universitas Sawerigading (UNSA) Makassar lolos dalam seleksi penelitian kompetitif kerjasama Mahkamah Konstitusi (MK) dengan fakultas hukum perguruan tinggi se-Indonesia tahun 2019.
Adapun hasil penelitian tersebut disampaikan pada seminar yang berlangsung di kampus UNSA Makassar, yang dihadiri Prof. Guntur Hamzah (Sekjend MK), Prof. Judhariksawan, dan Dr. Wiryanto, selaku tim narasumber dari Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Pada bulan Agustus 2019, MK telah meloloskan 10 universitas se-Indonesia untuk mengikuti penelitian kompetitif 2019, diantaranya Universitas Sawerigading Makassar, Universitas Andalas Padang, UII Yogyakarta, UGM, UNS, UNPAD Bandung, Universitas Trisakti, UNEJ, IAIN Ponorogo, dan UIN Malang.
Dari hasil penelitian tim peneliti UNSA Makassar yaitu Prof. Melantik Rompegading dan Maemanah ditemukan salah satu komunitas masyarakat adat yang terindikasi dirugikan hak konstitusionalnya karena belum mendapat pengakuan hukum yaitu masyarakat hukum adat Matteko.
Dan untuk mewujudkan bukti pengakuan kesatuan masyarakat hukum adat tersebut harus melalui Peraturan Daerah ataupun Keputusan Kepala Daerah setempat.
“Sampai saat ini pengakuan atas konstitusionalitas kesatuan masyarakat hukum adat Matteko belum dapat tercapai,” kata Maemanah saat di wawancara, Minggu (15/9/2019).
Nana sapaan akrabnya mengatakan, kesatuan masyarakat hukum adat Matteko tidak memilliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan pengujian Undang-undang di Mahkamah Konstitusi karena belum dapat membuktikan pengakuan sebagai masyarakat hukum adat baik dalam bentuk Peraturan Daerah ataupun Keputusan Kepala Daerah setempat.
“Masyarakat adat Matteko ini sudah berada di desa Erelembang sejak tahun 1933 sampai sekarang,” pungkasnya.
Saat ini masyarakat adat Matteko dihuni 77 kepala keluarga (KK) yang bermukim di daerah pegunungan sekitar 900-1.400 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Leluhur masyarakat adat Matteko ini pada awalnya bermukim di Balombong, sebuah daerah yang berbatasan dengan Matteko sekarang. Namun mereka mencari tanah yang lebih subur sehingga pindah ke daerah Bontolohe. Kawasan baru itu memang sangat subur namun luasnya terbatas, apalagi itu menyatu dengan area pemukiman.
Leluhur Matteko pun kembali mengajak untuk berpindah untuk mencari lahan yang lebih luas. Tahun 1933, Matteko menjadi pilihan mereka dan disanalah mereka bermukim hingga sekarang.